Sabtu, 01 Oktober 2011

pasar Modal Syariah


PASAR MODAL SYARIAH
A. Pendahuluan
Adalah benar adanya bahwa perkembangan ekonomi suatu negara tidak lepas dari perkembangan pasar modal. Perkembangan pasar modal di negara-negara maju, termasuk di negara-negara muslim sekalipun, kiranya menuntut untuk dicermati lebih lanjut. Hal ini menjadi keharusan, selain terkait dengan semakin membesarnya peran pasar modal di dalam memobilisasi dana ke sektor riil, juga disebabkan adanya tuntutan bahwa sekuritas yang diperdagangkan harus selaras dengan syariat Islam. Sependapat dengan hipotesis Fauzi (lihat dalam Achsien, hal. xv, 2003), bahwa masyarakat yang semakin terdidik akan semakin tidak suka menanamkan dana mereka di bank komersial, karena bank komersial memberikan return yang relatif kecil, meskipun risikonya juga relatif kecil. Tapi, justru di sinilah masalahnya. Masyarakat yang semakin paham akan pasar keuangan, semakin mengerti akan penilaian dan pengendalian risiko investasi, akan semakin berani memasuki area yang lebih berisiko.
Dalam konteks investasi syariah di pasar modal, pemahaman akan pengendalian risiko dan return saja tidak cukup, hal lain yang tak kalah penting untuk dipahami adalah pengenalan akan sekuritas-sekuritas mana yang selaras dengan syariah Islam. Dari banyak jenis sekuritas yang ada, beberapa di antaranya telah telah memperoleh pengakuan dari Dewan Syariah Nasional (DSN) atas kesyariahannya.
Yang dikehendaki dari pengenalan prinsip-prinsip keuangan Islami tersebut, terutama tentang bentuk-bentuk kontraknya, adalah baik investor maupun para akademisi nantinya dapat kritis menilai setiap sekuritas yang tersedia, serta tetap konsisten menggunakan sekuritas,reksadana yang selaras dengan prinsip-prinsip syariah. Dengan demikian, mereka tidak akan menjadi naif, menolak seluruh sekuritas yang ada dengan anggapan sama sekali bertentangan dengan syariah Islam. Tidak lantas pula menerima begitu saja modifikasi-modifikasi yang dilakukan tanpa telaah yang dalam secara substansif (Achsien, hal.59, 2003).
Pengertian dan Tujuan Investasi
Kata investasi merupakan kata adopsi dari bahasa inggris, yaitu investment. Kata invest sebagai kata dasar dari investment memiliki arti menanam. Dalam Webster’s New Collegiate Ditionary, kata invest didefinisikan sebagai to make use of for future benefits or advantages and to commit (money) in order to earn a financial return.
Kemudian kata investment diartikan sebagai the outley of money use for income or profit. Dalam kamus istilah Pasar Modal dan keuangan kata invesment diartikan sebagai penanaman uang atau modal dalam suatu perusahaan atau proyek untuk tujuan memperoleh keuntungan (Arifin, 1999). Dan dalam kamus Lengkap Ekonomi, Investasi didefinisikan sebagai saham penukaran uang dengan dengan bentuk-bentuk kekayaan lain seperti saham atau harta tidak bergerak yang di harabkan dapat di tahan selama periode waktu tertentu supaya menghasilkan pendapat (Wirasasmita,1999).
Sedangkan pendapat lain investasi di artikan sebagai komitmen atas sejumlah dana atau sumber daya lain yang dilakukan pada saat ini, dengan tujuan memperoleh sejumlah keuntungan di masa datang (Tendelilin,2001). Jadi, pada dasarnya sama yaitu penempatan sejumlah kekayaan untuk mendapatkan keuntungan di masa yang akan datang.
Selain itu, investasi berarti mengorbankan dollar sekarang untuk dollar pada masa depan ( Sharpe,1995). Ini berarti adalah penanaman modal saat ini untuk di peroleh mamfaatnya di masa depan.
Pada umumnya investasi dibedakan menjadi dua, yaitu investasi pada vinancial asset dan investasi pada real asset, Investasi pada financial asset di lakukan di pasar uang, misalnya berupa sertifikat deposito, commercial paper, Surat berharga pasar uang (SBPU), dan lainnya. Investasi juga dapat dilakukan di pasar Modal, misalnya berupa saham, obligasi, warrant, obsi, dan yang lainnya. Sedangkan investasi pada real asset dapat dilakukan dengan pembelian aset produktif, pendirian pabrik, pembukaan pertambangan, perkebunan, dan yang lainnya.
Sedangkan Tujuan investasi syariah adalah mendapat sejumlah pendapatan keuntungan. Dalam konteks perekonomian, menurut Tandelilin (2001) ada beberapa motif mengapa seseorang melakukan investasi, antara lain adalah:
a. Untuk mendapatkan kehidupan yang lebih layak merupakan keinginan setiap manusia, sehingga upaya-upaya untuk mencapi hal tersebut di masa depan selalu akan di lakukan.
b. Mengurangi tekanan inflasi
Faktor inflasi tidak pernah dapat dihindarkan dalam kehidupan ekonomi, yang dapat dilakukan adalah meminimalkan risiko akibat adanya inflasi, hal demikian karena variable inflasi dapat mengereksi seluruh pendapatan yang ada. Investasi dalam sebuah bisnis tertentu dapat dikategorikan sebagai langkah mitigasi yang efektif.
c. Sebagai usaha untuk menghemat pajak
Di antara negara belahan dunia banyak melakukan kebijakan yang bersifat mendorong tumbuhnya investasi di masyarakat melalui pemberian fasilitas perpajakan kepada masyarakat yang melakukan investasi pada usaha tertentu.
Untuk mencapai tujuan investasi, investasi membutuhkan suatu proses dalam pengambilan keputusan, sehingga keputusan tersebut sudah mempertimbangkan ekspektasi return yang di dapatkan dan juga risiko yang akan dihadapi. Menurut Sharpe (1995), pada dasarnya ada beberapa tahapan dalam pengambilan keputusan investasi antara lain:
1. menentukan kebijakan investasi
pada tahapan ini, investor menentuakan tujuan investasi dan kemampuan/kekayaannya yang dapat diinvestasikan. Di karenakan ada hubungan positif antara risiko dan return, maka hal yang tepat bagi para investor untuk menyatakan tujuan investasinya tidak hanya untuk memperoleh banyak keuntungan saja, tetapi juga memahami bahwa ada kemungkinan risiko yang berpotensi menyebabkan kerugian. Jadi, tujuan investasi harus dinyatakan baik dalam keuntungan maupun risiko.
2. Analisis sekuritas
Pada tahapan ini berarti melakukan analisis sekuritas yang meliputi penilaian terhadap sekuritas secara individual atau beberapa kelompok sekuritas. Salah satu tujuan melakukan penilaian tersebut adalah untuk mengidentifikasi sekuritas yang salah harga (mispriced).
3. Pembentukan portofolio
Pada tahapan ketiga ini adalah membentuk portofolio yang melibatkan identifikasi aset khusus mana yang akan diinvestasikan dan juga menentukanseberapa besar investasi pada tiap aset tersebut. Disini masalah selektivitas, penentuan waktu, dan diversifikasi perlu menjadi perhatian investor.
4. Melakukan revisi portofolio
Pada tahapan ini, berkenaan dengan pengulangan secara periodik dari tiga langkah sebelumnya. Sejalan dengan waktu, investor mungkin mengubah tujuan investasinya yaitu membentuk portofolio baru yang lebih optimal. Motifasi lainnya di sesuaikan dengan preferensi investor tentang resiko dan return itu sendiri.
5. Evaluasi kinerja portofolio
Pada tahapan terakhir ini, investor melakukan penilaian terhadap kinerja portofolio secara periodik dalam arti tidak hanya return yang di perhatikan tetapi juga risiko yang di hadapi. Jadi, di perlukan ukuran yang tepat tentang return dan resiko juga standar yang relevan.
KATEGORI INVESTOR
Para investor dalam dunia pasar modal memiliki preferensi (trend) serta karakter yang berbeda satu sama lain, karena perbedaan inilah seorang menejer investasi diharuskan memahami dan menganalisis tipikal serta perilaku para investor dalam aktivitas investasi.
Secara garis besar tipikal investor terbagi menjadi 2 (dua) macam, tipikal yang berani mengambil risiko (nonrisk taker) dan mereka yang tidak berani mengambil risiko (nonrisk taker). Risk taker terbagi lagi menjadi 3 (tiga) bagian, yaitu:
1. Mereka yang berani mengambil resiko tinggi dengan harapan imbal hasil yang juga relatif tinggi (high risk high return).
2. Mereka yang cukup berani risiko yang moderat dengan imbal hasil yang juga moderat ( medium risk medium return).
3. Mereka yang hanya berani mengambil resiko dalam tingkat yang relatif rendah (low risk low return).
B. Investasi dalam Perspektif Islam
Investasi merupakan bentuk aktif dari ekonomi syariah. Sebab setiap harta ada zakatnya, jika harta tersebut didiamkan maka lambat laun akan termakan oleh zakatnya. Salah satu hikmah dari zakat ini adalah mendorong untuk setiap muslim menginvestasikan hartanya. Harta yang diinvestasikan tidak akan termakan oleh zakat, kecuali keuntungannya saja.
Dalam investasi mengenal harga. Harga adalah nilai jual atau beli dari sesuatu yang diperdagangkan. Selisih harga beli terhadap harga jual disebut profit margin. Harga terbentuk setelah terjadinya mekanisme pasar.
Suatu pernyataan penting al-Ghozali sebagai ulama’ besar adalah keuntungan merupakan kompensasi dari kepayahan perjalanan, risiko bisnis dan ancaman keselamatan diri pengusaha. Sehingga sangat wajar seseorang memperoleh keuntungan yang merupakan kompensasi dari risiko yang ditanggungnya.
Ibnu Taimiah berpendapat bahwa penawaran bisa datang dari produk domestik dan impor. Perubahan dalam penawaran digambarkan sebagai peningkatan atau penurunan dalam jumlah barang yang ditawarkan, sedangkan permintaan sangat ditentukan harapan dan pendapatan. Besar kecilnya kenaikan harga tergantung besarnya perubahan penawaran dan atau permintaan. Bila seluruh transaksi sudah sesuai dengan aturan, kenaikan harga yang terjadi merupakan kehendak Allah SWT.
C. Prinsip-prinsip Ekonomi Islam dalam Investasi
Prinsip-prinsip Islam dalam muamalah yang harus diperhatikan oleh pelaku investasi syariah (pihak terkait) adalah:
  1. Tidak mencari rizki pada hal yang haram, baik dari segi zatnya maupun cara mendapatkannya, serta tidak menggunakannya untuk hal-hal yang haram.
  2. Tidak mendzalimi dan tidak didzalimi.
  3. Keadilan pendistribusian kemakmuran.
  4. Transaksi dilakukan atas dasar ridha sama ridha.
  5. Tidak ada unsur riba, maysir dan gharar (ketidakjelasan).
Berdasarkan keterangan di atas, maka kegiatan di pasar modal mengacu pada hukum syariat yang berlaku. Perputaran modal pada kegiatan pasar modal syariah tidak boleh disalurkan kepada jenis industri yang melaksanakan kegiatan-kegiatan yang diharamkan. Pembelian saham pabrik minuman keras, pembangunan penginapan untuk prostitusi dan lainnya yang bertentangan dengan syariah berarti diharamkan.
Semua transaksi yang terjadi di bursa efek harus atas dasar suka sama suka, tidak ada unsur pemaksaan, tidak ada pihak yang didzalimi atau mendzalimi. Seperti goreng-menggoreng saham. Tidak ada unsur riba, tidak bersifat spekulatif atau judi dan semua transaksi harus transparan, diharamkan adanya insider trading.
D. Bentuk-bentuk Investasi Syariah
1. Deposito Syariah
Dalam operasionalisasi di dunia perbankan, transaksi ini mempunyai karakteristik tersendiri, yaitu:
  • Kedua belah pihak yang mengadakan kontrak antara pemilik dana dan mudharib akan menentukan kapasitas baik sebagai nasabah maupun pemilik. Di dalam akad tercantum pernyataan yang harus dilakukan kedua belah pihak yang mengadakan kontrak dengan ketentuan sebagai berikut:
  1. Di dalam perjanjian tersebut harus dinyatakan secara tersurat maupun tersirat mengenai tujuan kontrak.
  2. Penawaran dan penerimaan harus disepakati kedua belah pihak di dalam kontrak tersebut.
  3. Maksud penawaran dan penerimaan merupakan suatu kesatuan informasi yang sama penjelasannya.perjanjian bisa saja berlangsung melalui proposal tertulis dan langsung ditandatangani.
  • Modal adalah sejumlah uang pemilik dana diberikan kepada mudharib untuk diinvestasikan dikelola) dalam kegiatan usaha mudharabah.
Adapun Syarat yang tercakup dalam modal adalah sebagai berikut:
  1. Jumlah modal harus diketahui secara pasti termasuk jenis mata uangnya.
  2. Modal harus dalam bentuk tunai, seandainya berbentuk aset menurut Jumhur Ulama Fiqh diperbolehkan, asalkan berbentuk barang niaga dan mempunyai nilai atau historinya pada saat mengadakan kontrak. Bila aset tersebut berbentuk non-kas yang siap dimanfaatkan, seperti pesawat dan kapal, menurut Madzab Hanbali diperbolehkan sebagai modal mudharabah asalkan mudharib tetap menginvestasikan semua modal tersebut dan berbagi hasil dengan pemilik dana dalam pendapatan dari investasi dan pada akhir jangka waktu.
  3. Modal harus tersedia dalam bentuk tunai tidak dalam bentuk piutang.
  4. Modal mudharabah langsung dibayar kepada mudharib. Beberapa Fuqaha berbeda pendapat mengenai cara realisasi pencarian dana, yaitu dibayar langsung dengan cara lain dilaksanakan dengan memungkinkan mudharib untuk memperoleh manfaat dari modal tersebut bagaimanapun cara akuisisinya. Sesuai dengan pendapat kedua, pengadaan kontrak dapat dilaksanakan untuk keseluruhan modal dan pembayarannya kepada mudharib dapat dibuat dalam beberapa angsuran.
  • Keuntungan adalah jumlah yang melebihi jumlah modal dan merupakan tujuan mudharabah dengan syarat-syarat sebagai berikut:
  1. Keuntungan ini haruslah berlaku bagi kedua belah pihak dan tidak ada satu pihakpun yang akan memilikinya.
  2. Haruslah menjadi perhatian dari kedua belah pihak dan tidak terdapat pihak ketiga yang akan turut memperoleh bagi hasil darinya. Porsi bagi hasil keuntungan untuk masing-masing pihak harus disepakati bersama pada saat perjanjian ditandatangani. Bagi hasil mudharib harus secara jelas dinyatakan pada saat pengadaan kontrak dilakukan.
  3. Pemilik dana akan menanggung semua kerugian sebaliknya mudharib tidak menanggung kerugian sedikitpun. Akan tetapi, mudharib harus menanggung kerugian bila kerugian itu timbul dari pelanggaran perjanjian atau penghilangan dana tersebut.
  • Jenis usaha/pekerjaan diharapkan mewakili/menggambarkan adanya kontribusi mudaharib dalam usahanya untuk mengembalikan/membayar modal kepada penyedia dana. Jenis pekerjaan dalam hal ini berhubungan dengan masalah manajemen dari pembiayaan mudharabah itu sendiri. Di bawah ini merupakan syarat-syarat yang harus diterapkan dalam usaha mudharabah adalah sebagai berikut:
  1. Bentuk pekerjaan/usaha. Merupakan hak khusus mudharib tidak ada intervensi manajemen dari pemilik dana, meskipun demikian menurut Madzab Hambali membolehkan adanya peran serta/partisipasi pemilik dana dalam pekerjaan/usaha tersebut.
  2. Penyedia dana tidak harus boleh membatasi kegiatan mudharib sperti melarang mudharib agar tidak sukses dalam pencarian laba.
  3. Mudharib tidak boleh melanggar hukum islam dalam usahanya dan juga harus mematuhi praktik-praktik usaha yang berlaku.
  4. Mudharib harus mematuhi syarat-syarat yang diajukan pemilik dana asalkan syarat-syarat tersebut tidak bertentangan kontrak mudharabah tersebut.
  • Modal mudharabah tidak boleh dalam penguasaan pemilik dana, sehingga tidak dapat ditarik sewaktu-waktu. Penarikan dana mudharabah hanya dapat dilakukan sesuai dengan waktu yang disepakati (periode yang telah ditentukan). Penarikan dana yang dilakukan setiap saat akan membawa dampak berkurangnya pembagian hasil usaha oleh nasabah yang menginvestasikan dananya.
2. Pasar Modal Syariah
Dalam arti sempit pengertian pasar merupakan tempat para penjual dan pembeli bertemu untuk melakukan transaksi. Artinya pembeli dan penjual langsung bertemu untuk melakukan transaksi dalam suatu lokasi tertentu. Lokasi atau tempat pertemuan tersebut disebut pasar. Namun dalam arti luas pengertian pasar merupakan tempat melakukan transaksi antara pembeli dan penjual, dimana pembeli dan penjual tidak harus bertemu dalam suatu tempat atau bertemu langsung, akan tetapi dapat dilakukan melalui sarana informasi yang ada seperti sarana elektronika.
Pengertian pasar modal secara umum merupakan suatu tempat bertemunya para penjual dan pembeli untuk melakukan transaksi dalam rangka memperoleh modal. Penjual (emiten) dalam pasar modal merupakan perusahaan yang membutuhkan modal, sehingga mereka berusaha untuk menjual efek di pasar modal. Sedangkan pembeli (investor) adalah pihak yang ingin membeli modal diperusahaan yang menurut mereka menguntungkan. Pasar modal dikenal dengan nama bursa efek, dan di Indonesia dewasa ini ada dua buah bursa efek yaitu Bursa Fek Jakarta (BEJ) dan Bursa Efek Surabaya (BES).
Modal yang diperdagangkan dalam pasar modal merupakan modal yang bila diukur dari waktunya merupakan modal jangka panjang. Oleh karena itu bagi emiten sangat menguntungkan mengingat masa pengembaliannya relatif panjang, baik yang bersifat kepemilikan maupun yang bersifat hutang. Khusus untuk modal bersifat kepemilikan, jangka waktunya lebih panjang jika dibandingkan dengan yang bersifat hutang.
  • Instrumen Pasar Modal Syariah
  1. Saham Syariah
Menurut Dewan Syariah Nasioanal (DSN), saham adalah suatu bukti kepemilikan atas suatu perusahaan yang memenuhi kriteria syariah dan tidak termasuk saham yang memiliki hak-hak istimewa. Bagi perusahaan yang modalnya diperoleh dari saham merupakan modal sendiri. Dalam struktur permodalan khususnya untuk perusahaan yang berbentuk perseroan terbatas (PT), pembagian modal menurut undang-undang terdiri:
  1. Modal dasar, yaitu modal pertama sekali perusahaan didirikan.
  2. Modal ditempatkan, maksudnya modal yang sudah dijual dan besarnya 25% dari modal dasar.
  3. Modal disetor, merupakan modal yang benar-benar telah disetor yaitu sebesar 50% dari modal yang telah ditempatkan.
  4. Saham dalam portepel yaitu modal yang masih dalam bentuk saham yang belum dijual atau modal dasar dikurangi modal ditempatkan.
  • Prinsip Dasar Saham Syariah
  1. Bersifat musyarakah jika ditawarkan secara terbatas.
  2. Bersifat mudharabah jika ditawarkan kepada publik.
  3. Tidak boleh ada pembeda jenis saham, karena risiko harus ditanggung oleh semua pihak.
  4. Prinsip bagi hasil laba-rugi.
  5. Tidak dapat dicairkan kecuali dilikuidasi.
  • Jenis-jenis Saham
Saham Preferen
  1. Mempunyai sifat gabungan antara saham biasa dan obligasi.
  2. Hak preferen terhadap dividen: hak untuk menerima dividen terlebih dahulu dibandingkan dengan pemegang saham biasa. Dividen biasanya dinyatakan dalam persen (%).
  3. Hak dividen komulatif: hak untuk menerima dividen tahun-tahun sebelumnya yang belum dibayarkan.
  4. Hak preferen likuiditas: mendapatkan terlebih dahulu aktiva perusahaan dibandingkan dengan pemegang saham biasa bila terjadi likuidasi.
  5. Dari penjelasan mengenai prinsip dasar saham syariah, maka saham preferen tidak berlaku pada saham syariah.
Saham Biasa
  1. Hak kontrol: memilih pimpinan perusahaan.
  2. Hak menerima pembagian keuntungan.
  3. Hak preemtive: hak untuk mendapatkan prosentasi kepemilikan yang sama jika perusahaan mengeluarkan tambahan lembar saham.
Saham Treasury
  1. Saham perusahaan yang pernah beredar dan dibeli kembali oleh perusahaan untuk disimpan dan dapat dijual kembali.
  2. Beberapa alasan kenapa ada saham treasury: a. Dapat diberikan sebagai bonus kepada karyawan, b. Meningkatkan perdagangan, sehingga nilai pasar meningkat, c. Mengurangi jumlah saham beredar untuk menaikkan laba per lembar saham, d. Untuk mencegah perusahaan dikuasai oleh perusahaan lain.
  • Pedoman Syariah
  1. Uang tidak boleh menghasilkan uang. Uang hanya boleh berkembang bila diinvestasikan dalam aktivitas ekonomi.
  2. Hasil dari kegiatan ekonomi diukur dengan tingkat keuntungan investasi. Keuntungan ini dapat diestimasikan tetapi tidak ditetapkan di depan.
  3. Uang tidak boleh dijual untuk mempeoleh uang.
  4. Saham dalam perusahaan, kegiatan mudharabah atau partnership/musyarakah dapat diperjualbelikan dalam rangka kegiatan investasi dan bukan untuk spekulasi dan untuk tujuan perdagangan kertas berharga.
  5. Instrumen finansial islami, seperti saham, dalam suatu venture atau perusahaan, dapat diperjualbelikan karena ia mewakili bagian kepemilikan atas aset dari suatu bisnis.
  6. Beberapa batasan dalam perdagangan sekuritas seperti itu antara lain: a. Nilai per share dalam suatu bisnis harus didasarkan pada hasil appraisal atas bisnis yang bersangkutan, b. Transaksi tunai, harus segera diselesiakan sesuai dengan kontrak.
2. Obligasi Syariah
Perihal obligasi syariah sendiri, sebenarnya telah ada fatwa yang dikeluarkan oleh Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN MUI). Yaitu, fatwa No.32/DSN-MUI/IX/2002 tentang Obligasi Syariah dan fatwa No.33/DSN-MUI/IX/2002 tentang Obligasi Syariah Mudharabah. Keduanya, dikeluarkan pada waktu bersamaan, 14 September lalu.
Dalam fatwa tersebut dijelaskan bahwa yang dimaksud dengan obligasi syariah adalah suatu surat berharga jangka panjang berdasarkan prinsip syariah yang dikeluarkan emiten kepada pemegang obligasi syariah yang mewajibkan emiten untuk membayar pendapatan pada pemegang obligasi syariah berupa bagi hasil serta membayar kembali dana obligasi pada saat jatuh tempo.
Sementara pendapatan investasi yang dibagikan emiten kepada pemegang obligasi syariah harus bersih dari unsur nonhalal. Mengenai bagi hasil antara emiten dan pemegang obligasi syariah, diatur bahwa nisbah keuntungan dalam obligasi syariah mudharabah ditentukan sesuai kesepakatan dengan ketentuan pada saat jatuh tempo, akan diperhitungkan secara keseluruhan.
Kewajiban dalam syariah hanya timbul akibat adanya transaksi atas aset/produk /jasa yang tidak tunai, sehingga terjadi transaksi pembiayaan. Kewajiban ini umumnya berkaitan dengan transaksi perniagaan dimana kondisi tidak tunai tersebut dapat terjadi karena penundaan pembayaran atau penundaan penyerahan obyek transaksi (mal atau amal). Dalam Islam pembiayaan dapat terjadi karena ada suatu pihak yang memberikan dana untuk memungkinkan suatu transaksi. Pihak penjual dapat memberikan pembiayaan dengan memberikan fasilitas penundaan pembayaran, sedangkan pihak pembeli dapat memberikan pembiayaan dengan memberikan fasilitas penundaan penyerahan obyek transaksi.
  • Jenis-jenis Obligasi
  1. Obligasi Mudharabah adalah kerja sama dengan skema bagi hasil pendapatan atau keuntungan, obligasi jenis ini akan memberikan return dengan penggunaan term indicative/expected return karena sifatnya yang floating dan tergantung pada kinerja pendapatan yang dibagihasilkan.
  2. Obligasi Ijarah. Dengan akad Ijarah sebagai bentuk jual beli dengan skema cost plus basis, obligasi jenis ini akan memberikan fixed return.
  • Pedoman Syariah
Tetapi, sebagai catatan, tidak semua emiten dapat menerbitkan obligasi syariah. Untuk menerbitkan obligasi syariah, beberapa persyaratan berikut yang harus dipenuhi:
  • Aktivitas utama (core business) yang halal, tidak bertentangan dengan substansi Fatwa No: 20/DSN-MUI/IV/2001. Fatwa tersebut menjelaskan bahwa jenis kegiatan usaha yang bertentangan dengan syariah Islam di antaranya adalah:
  1. Usaha perjudian dan permainan yang tergolong judi atau perdagangan yang dilarang.
  2. Usaha lembaga keuangan konvensional (ribawi), termasuk perbankan dan asuransi konvensional.
  3. Usaha yang memproduksi, mendistribusi, serta memperdagangkan makanan dan minuman haram.
  4. Usaha yang memproduksi, mendistribusi, dan atau menyediakan barang-barang ataupun jasa yang merusak moral dan bersifat mudarat.
  • Peringkat Investment Grade:
  1. Memiliki fundamental usaha yang kuat.
  2. Memiliki fundamental keuangan yang kuat.
  3. Memiliki citra yang baik bagi publik
3. Reksadana Syariah
Reksadana adalah wadah yang dipergunakan untuk menghimpun dana dari masyarakat pemodal untuk selanjutnya diinvestasikan dalam portofolio efek oleh manajer investasi. Sedangkan reksadana syariah adalah reksadana yang beroperesi menurut ketentuan dalam prinsip syariah, baik dalam bentuk akad, pengelolaan dana dan penggunaan dana. Akad antara investor dengan lembaga hendaknya dilakukan dengan sistem mudharabah.
Secara teknis, mudharabah adalah akad kerja sama usaha antara dua pihak dimana pihak pertama menyediakan seluruh (100%) modal, sedangkan pihak lainnya menjadi pengelola.Keuntungan usaha secara mudharabah dibagi menurut kesepakatan yang dituangkan dalam kontrak, sedangkan apabila rugi, ditanggung oleh pemilik modal selama kerugian tersebut bukan akibat kelalaian di pengelola. Seandainya kerugian itu diakibatkan karena kecurangan atau kelalain pengusaha, maka pengelola harus bertanggung jawab atas kerugian tersebut.
Dalam hal transaksi jual beli, saham-saham dalam reksadana syariah dapat diperjual belikan. Saham-saham dalam reksadana syariah merupakan yang harta yang dibolehkan untuk diperjual belikan dalam syariah.
  • Pedoman Syariah
Tidak adanya unsur penipuan dalam transaksi saham karena nilai saham jelas. Harga saham terbentuk dengan adanya hukum supply and demand. Semua saham yang dikeluarkan reksa dana tercatat dalam administrasi yang rapih dan penyebutan harga harus dilakukan dengan jelas.
E. Jenis Investasi Berdasarkan Syariah
1. Tabungan Bagi Hasil (Mudharabah)
Tabungan bagi hasil adalah tabungan yang berdasarkan prinsip mudharabah mutlaqah. Dalam hal ini bank syariah mengelola dana yang diinvestasikan oleh penabung secara produktif, menguntungkan dan memenuhi prinsip-prinsip syariah Islam. Hasil keuntungannya akan dibagikan kepada penabung dan bank, sesuai perbandingan bagi hasil atau nisbah yang disepakati bersama.
Contoh perhitungan bagi hasil; Saldo rata-rata Bapa Huda bulan November 2004 sebesar Rp 1 juta sedangkan saldo rata-rata tabungan seluruh nasabah Bank Syariah pada bulan tersebut sebesar Rp 50 juta. Bila perbandingan bagi hasil antara nasabah dan bank sebesar 50:50 dan pendapatan bank yang dibagihasilkan untuk tabungan sebesar Rp 1 juta maka bagi hasil yang didapatkan oleh Bapa Huda adalah sebesar: (Rp 1 juta : Rp 50 juta X Rp 1 juta X 50% = Rp 10.000,00.
Sehingga Bapa Huda akan menerima bagi hasil sebesar Rp. 10 ribu rupiah dalam bulan November 2004 atas tabungan saldo rata-rata sebesar Rp. 1 juta. Berbeda dengan bank konvensional yang pendapatan bunganya tetap sepanjang tidak ada perubahan. Bagi hasil yang didapatkan dari bank syariah dapat berubah setiap bulan, tergantung pendapatan bagi hasil yang diterima bank syariah dari para peminjam.
2. Deposito Bagi Hasil (Mudharabah)
Deposito Bagi Hasil merupakan produk investasi jangka waktu tertentu. Nasabahnya bisa perorangan maupun badan. Produk ini menggunakan prinsip mudharabah muthlaqah. Dengan prinsip ini bank akan mengelola dana yang diinvestasikan nasabah secara produktif, menguntungkan dan memenuhi prinsip-prinsip hukum Islam. Hasil keuntungannya akan dibagikan kepada nasabah dan bank sesuai nisbah yang disepakati bersama sebelumnya.
Contoh ilustrasi perhitungan bagi hasil; Saldo rata-rata Bapa Huda bulan November 2004 sebesar Rp 10 juta sedangkan saldo rata-rata deposito seluruh nasabah bank syariah pada bulan tersebut sebesar Rp 500 juta. Bila perbandingan bagi hasil antara nasabah dan bank sebesar 65:35 dan pendapatan bank syariah yang dibagihasilkan untuk deposito sebesar Rp 10 juta maka bagi hasil yang didapatkan oleh Bapa Huda adalah: (Rp 10 juta : Rp 500 juta X Rp 10 juta X 65% = Rp 130.000,00.
  1. Investasi Khusus (Mudharabah Muqayyadah)
Investasi khusus adalah suatu bentuk investasi nasabah yang disalurkan langsung kepada pembiayaan tertentu sesuai dengan keinginan nasabah. Perbandingan atau nisbah bagi hasil yang ditetapkan berdasarkan kesepatan antara bank, nasabah serta penasihat keuangan jika diperlukan (dapat dinegosiasikan). Dana akan diinvestasikan kepada sektor riil yang menguntungkan sesuai keinginan nasabah.
Contoh perhitungan bagi hasil; Bapa Huda menginvestasikan dana sebesar Rp 5 juta dengan pilihan untuk pembiayaan kepada pedagang bahan bangunan. Bila pada bulan berikutnya keuntungan investasi yang diterima bank dari pedagang bahan bangunan sebesar Rp 2 juta sementara kesepakatan nisbah antara nasabah dan bank sebesar 65:35, maka bagi hasil yang didapatkan Bapa Huda adalah sebesar: Rp 2 juta X 65% = Rp 1.300.000
Pendapatan bagi hasil yang diterima oleh deposan investasi khusus dalam hal ini akan sangat bervariasi tergantung dari kinerja dari pedagang yang diberikan pinjaman, dimana ada kemungkinan suatu saat apabila pedagang tersebut mengalami kerugian maka bisa saja kita tidak mendapat bagi hasil alias 0.
  • Investasi Saham Sesuai Syariah di Pasar Modal
Salah satu bentuk investasi yang sesuai dengan syariah adalah membeli saham perusahaan, baik perusahaan non publik (private equity) maupun perusahaan publik/terbuka. Cara paling mudah dalam melakukan investasi saham sesuai syariah di BEJ adalah memilih dan membeli jenis saham-saham yang dimasukkan dalam Jakarta Islamic Index (JII).
  • Reksadana Syariah
Dalam reksadana konvensional, pengaturan atau penempatan portfolio investasi hanya menggunakan pertimbangan tingkat keuntungan. Sedangkan reksadana syariah selain mempertimbangkan tingkat keuntungan juga harus mempertimbangkan kehalalan suatu produk keuangan. Sebagai contoh bila reksadana syariah ingin menempatkan salah satu jenis investasinya dalam saham, maka saham yang dibeli tersebut harus termasuk perusahaan yang sudah dibolehkan secara syariah. Lebih mudahnya sudah termasuk dalam jenis saham yang ada dalam daftar JII (Jakarta Islamic Index). Demkian juga jenis investasi lainnya seperti obligasi, harus yang menganut sistem syariah.
Manajer investasi reksadana syariah harus memahami investasi dan mampu melakukan kegiatan pengelolan yang sesuai dengan syariah. Untuk itu diperlukan adanya panduan mengenai norma-norma yang harus dipenuhi Manajer Investasi agar investasi dan hasilnya tidak melanggar ketentuan syariah, termasuk ketentuan yang berkaitan dengan praktek riba, gharar dan maysir. Dalam praktek syariah maka Manajer Investasi bertindak sesuai dengan perjanjian atau aqad wakalah. Manajer investasi akan menjadi wakil dari investor untuk kepentingan dan atas nama investor. Sebagai bukti penyertaan dalam reksadana syariah maka investor akan mendapat unit penyertaan dari reksadana syariah.
Resiko dalam Investasi
Setiap keputusan investasi selalu menyangkut dua hal, yaitu resiko dalam retern. Resiko mempunyai hubungan positif dan linear dengan return yang di harapkan dari suatu investasi, sehingga semakin besar ritern yang di harapkan semakin besar pula resiko yang harus di tanggung oleh seorang investor. Dalam melakukan keputusan investasi, khususnya pada sukuritas saham, return yang di peroleh berasal dari dua sumber, yaitu deviden dan capital gain, sedangkan resiko investasi saham tercermin pada variabilitas pendapatan (return saham) yang di peroleh.
Jorion (2007), menyetakan resiko sebagai valatility dari suatu hasil yang tidak diekspektasi, secara jeneral, nilai dari aset atau kewajiban dari bunga. Gup (1998), mengemukakan bahwa risiko adalah penyimpangan dari return yang di harabkan (expected return), sedangkan menurut Jones (1996) resiko adalah kemungkinan pendapatan yang diterima (actual return) dala suatu investasi akan berbeda dengan pendapatan yang di harabkan (expected return). Brigham dan Gapennski (1999), berpendapat bahwa risiko merupakan kemungkinan keuntungan yang di teriama lebih kecil dari keuntungan dari keuntungan yang di harapkan.
Dalam teori portofolio, risiko dinyatakan sebagai kemungkinan keuntungan menyimpang dari yang diharabkan. Dalam teori portofolio, risiko dinyatakan sebagai kemungkinan keuntungan menyimpang dari yang di harapkan. Karenanya resiko mempunyai dua dimensi, yaitu menyimpang lebih besar atau lebih kecil dari return yang diharapkan. Karenanya resiko mempunyai dua dimensi, yaitu menyimpang lebih besar atau lebih kecil dari return yang di harabkan. Ukuran ini dinyatakan dalam standar deviasi) yang merupakan ukuran untuk resiko total.
Menurut tandelilin (2001), dalam analisis tradisional, risiko total dari berbagai aset keuntungan bersumber dari:
  1. Interest Rate Risk. Resiko yang berasal dari variabilitas return akibat perubahan tingkat suku bunga. Perubahan tingkat suku bunga ini berpengaruh negatif terhadap harga sukuritas.
  2. Market Risk. Risiko yang berasal variabilitas return karena fluktuasi dalam keseluruhan pasar sehingga berpengaruh pada semua sukuritas.
  3. Inflation Risk. Sustu fsktor ysng mempengaruhi semua sekuritas adalah purchasing power risk. Jika suku bunga naik, maka inflasi juga meningkat, karena lenders membutuhkan tambahan premium inflasi untuk mengganti kerugian purchasing power.
  4. Business Risk. Resiko yang ada karena melakukan bisnis pada industri tertentu.
  5. Financial Risk. Risiko yang timbul karena penggunaan leverage finansial oleh perusahaan.
  6. Liquidity Risk. Risiko yang berhubungan dengan pasar sekunder tertentu di mana sukuritas di perdagangkan. Suatu investasi jika dapat di beli dan di jual dengan cepat tanpa perubahan harga yang signifikan, maka investasi tersebut dikatakan liquid, demikian sebaliknya.
  7. Exchange Rate Risk. Risiko yang berasal dari variabilitas return sekuritas karena fluktuasi karena fluktuasi kurs kurrency.
  8. Contry risk. Risiko ini menyangkut politik suatu negara sehingga mengarah pada political risk. Berbeda dengan analisis tradisional, analisis investasi modern membagi resiko total menjadi dua bagian, yaitu resiko sistematis dan resiko tidak sistematis (Husnan, 1998). Risiko yang tidak sistematis adalah resiko yang di sebabkan oleh faktor-faktor pada suatu sukuritas,dan dapat dihilangkan dengan menghilangkan diversivikasi. Sedangkan resiko sistematis adalah risiko yang di sebabkan oleh faktor-faktor makro yang memengaruhi semua sukuritas sehingga tidak dapat dihilangkan dengan diversifikasi, karena sebagian resiko dapat di hilangkan dengan diversifikasi, yaitu risiko tidak sistematis ( Unique risk), maka ukuran resiko dari suatu portovolio bukan lagi standar deviasi (resiko total), tetapi hanya resiko sistematis saja, yaitu resiko yang tidak bisa di hilangkan dengan di versifikasi.
Spekulasi di Pasar Modal
Kegiatan spekulasi tidak berbeda dengan kegiatan mengambil resiko (risk taking action) yang biasa di lakukan oleh pelaku bisnis atau investor. Ada yang membedakan spekulan dengan pelaku bisnis (investor) dari derajat ketidak pastian yang di hadpapinya. Spekulan berani menghadapi sesuatu yang derajat ketidak pastian tinggi tanpa perhitungan, sedangkan pelaku bisnis (investor) senantiasa menghitung-hitung risiko dengan return yang diterimanya. Spekulan adalah game of change sedangkan bisnis game of skill.
Ada beberapa kendala untuk mengembangkan pasar modal syariah, kendala-kendala tersebut (sudarsono, 2003) antara lain:
1. Belum ada ketentuan yang menjadi legitimasi pasar modal syariah dari Bapepam atau pemerintah, misalnya undang-undang. Perkembangan Keberadaan pasar modal syariah saat ini merupakan gambaran bagaimana legalitas yang diberikan Bapepam dan pemerintah lebih tergantung dari permintaan pelaku pasar yang menginginkan keberadaan pasar modal syariah.
2. Selama ini pasar modal syariah lebih populer sebagai sebuah wacana di mana banyak bicara tentang bagaimana pasar yang di syriahkan. Dimana selama ini praktik pasar modal tidak tidak bisa di pisahkan dari riba, maysir, dan gharar, dan bagaimana memisahkan ketiganya dari pasar modal
Kesimpulan
Tidak dipungkiri, dengan melihat perkembangan industri pasar modal syariah yang masih baru, masih sangat dimungkinkan jika pengaruh cara pandang ekonomi konvensional masih kental terasa. Namun, hal ini tidak seharusnya menjadikan umat dan pelaku pasar muslim bersikap permisif serta tidak kritis untuk menilai ulang fakta yang ada. Sesungguhnya, inilah yang merupakan tantangan bagi konsep dan sistem ekonomi Islam untuk dapat membuktikan diri secara aplikatif mampu menjadi sistem altenatif ekonomi umat.
Sebagaimana yang diungkapkan oleh Achsien (2003), konsep ekonomi konvensional yang sampai saat ini masih kontroversial digunakan di industri keuangan Islam, antara lain penerapan time value of money atau positive time preference serta margin trading, disamping belum adanya variabel benchmark untuk menentukan tingkat diskonto (discount rate) dari sekuritas ataupun pembiayaan syariah.
Sementara tantangan dan ganjalan yang dihadapi dalam investasi syariah adalah konsep bagi hasil yang tidak mampu memberikan patokan tingkat penghasilan yang pasti. Pintar tidaknya pengelola dana akan menjadi ukuran sekaligus berdampak pada hasil yang bisa diperoleh investor. Disadari bahwa instrumen investasi syariah masih terbatas, sehingga kemampuan pengelola dana dalam mengatur portofolionya juga harus piawai. Diversifikasi investasi yang terbatas jelas akan menyulitkan pengelola dana. Oleh karena itu, investasi syariah mempunyai risiko yang lebih tinggi.
Hal yang sama juga dialami dalam produk perbankan syariah. Dalam produk perbankan syariah, juga didasarkan pada konsep bagi hasil sehingga patokan tingkat penghasilan juga tidak pasti. Kemampuan pengelola atau profesionalisme yang terlibat di dalamnya akan sangat menentukan kinerja perbankan syariah
Terlepas apapun polemik tentang Investasi di pasar modal syariah yang terdapat di tengah masyarakat, adalah menjadi tugas bersama untuk memperbaiki, dan bahkan menyusun kembali baik sekuritas, Saham Syariah, di pasar saham ini sesuai dengan prinsip syariah yang sebenarnya, sehingga dapat memberikan kemaslahatan bagi umat.
Daftar Pustaka
Huda Nurul/ Mustafa Edwin Nasution, Investasi pada Pasar Modal Syariah, Kencana.2007.0160. cet.ke-1
Achsien, Iggie H., 2003, Investasi Syariah di Pasar Modal: Menggagas Konsep dan Praktek Manajemen Portofolio Syariah, Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, Cet. Kedua.
Himpunan Fatwa Dewan Syariah Nasional, 2004, Cet. Kedua
Hakim, Cecep Maskanul, 2005, Obligasi Syariah di Indonesia: Kendala dan Prospek, Makalah, disampaikan pada kuliah informal Ekonomi Islam, Fakultas Universitas Indonesia, 16 April 2005.
Zuhaily, Wahabah, 1989, al Fiqh al Islami wa adillatuhu, Juz 3, Damaskus: Cet. Ketiga

Tidak ada komentar:

Posting Komentar